Journal of Human 1: As Professional Model I’m cantik, Not as Mala

Leave a comment

September 26, 2013 by mochhasan

“Steve… lihat ini foto Ariesta, cantik kan ya…? Kayaknya gue emang jago kalau milih model” Ujar Kim Chen kepada Steven,, teman satu kantor

“Ah… kalau cuma Ariesta biasa aja kali. Lihat Etrin nih, baru cantik”, Steven mengeluarkan foto Etrin dan meperlihatkannya ke kita-kita. Aku dan Kim hanya tersenyum, tersenyum nyengir

“Bagi lu Stev…, namanya cantik itu ya Etrin. Mau orang bilang apa? Tetep aja lu akan bilang, Etrin lebih cantik. Otak lu itu udah kerasukan Etrinisme. Terlebih lu itu naksir doi. Ya… maklum lah kalau cuma Etrin di otak lu. Coba kalau nanti putus, mau Etrin cantiknya kayak dewi kayangan ya… tetep aja jelek di mata lu. Be objective lah “, lagi-lagi Kim mendebat Stev, sambil melirik saya,” Kalau lu, gimana Mala? Lu kan udah lama melintang buana di dunia model. Kasih tahu perspektif lu lah”

“He…he…” aku agak mesem kepada dua kawanku

“Ah… loe ini Mala. Jangan mengenyek seperti inilah” Stev menyergah,”Menurut lu, sebagai ahli dan profesional model, mana nih yang lebih cantik? Ariesta atau Etrin?”

“He…he…he…” aku mesem lagi kepada kedua kawanku ini

“Ah… benci gue sama lu” Kim menimpali sambil melirik ke Stev,”ini anak memang bikin suka marah ya, Stev”

“He…he… seharusnya gue yang bingung sama kalian berdua. Menurut lu pada, hasil foto kayak gini bagaimana?” Aku mengeluarkan beberapa lembar foto professional. Foto itu memang memperlihatkan sosok aku yang lain, begitu sensual, serius, agresif, dan cantik. Aku bahkan hampir tidak mengenali sosok di foto itu, look so strange. Aku sendiri tidak begitu paham dan mengerti, bagaimana karakter-karakterku yang aku kenal selama ini tidak tercermin sama sekali di foto itu? Apa foto ini really the true of me? Ah… itulah yang aku pikirkan.

Tiba-tiba pada saat itu, aku teringat hiruk pikuk kehebohan kontes Miss World. Kontes ratu kecantikan yang rencananya akan digelar di Jakarta, memang mengelitik berbagai lapisan dan berbagai kalangan masyarakat untuk berkomentar. Ada yang melihat dari sudut pandang seni, the beauty, agama, moral, media, kebebasan, hak, emansipasi wanita, bisnis, bahkan ada yang menghubungkan ke politik& hubungan internasional. Tentu saja, masing-masing sudut pandang tersebut akan membawa logika masing-masing. Besar kemungkinan alur logika yang dibangun atas nilai dan sudut pandang yang berbeda, tidak akan mampu bicara dengan bahasa yang sama. Jadi, akan sulit untuk mencapai titik temu apalagi satu bentuk kesepakatan dan persetujuan. Sama persis dengan sulitnya mencapai kesepakatan antara Kim dan Stev terkait mana yang lebih cantik antara Ariesta atau Etrien. Sulit kalau memang sudah berbeda prinsip, apalagi berbeda preferensi.

Balik lagi mensoal isu kecantikan. Apa kecantikan itu universal? Apa yang mendasari sebagian dari kita, untuk meyatakan “she is really beautiful”? Menurutku, ada dua hal yang mendasari:

1. Prinsip dan value yang mendasari. Akan berbeda memang definisi cantik menurut seorang yang hafizd quran dan mereka yang suka mabuk-mabukan. Berbeda pula cantik menurut seorang yang berkecenderungan pada intelektual& logika dengan mereka yang berkecenderungan pada art & kreativitas. Masing-masing value dan prinsip tersebut akan melahirkan definisi yang berbeda terkait kecantikan.

2. Image dan persepsi yang kita lihat. Meskipun memiliki kesamaan value dan prinsip, bukan berarti akan berujung pada kesimpulan yang sama. Image dan persepsi yang akan menentukan judgement atas suatu objek. Walaupun terkadang, kebanyakan persepsi atau image yang kita lihat hanyalah sebuah ilusi artifisial. Sebagaimana hasil foto model. Image yang terpancarkan oleh foto tersebut bukan hanya mengambarkan “who really I am”, tapi lebih kolaborasi antara seorang model, photograper, pengatur cahaya, designer, pengarah pose, dan lain-lainnya. Oleh sebab itu, jangan keheranan kalau melihat hasil foto model yang benar-benar berbeda dengan aslinya. Simply, image can be artificially created. Masalahnya that image is so powerful, sehingga terlihat sebagai satu kenyataan. Bahkan, pada kejadian tertentu mampu mengubah bentuk kenyataan.

Jadi, kalaupun terdapat standar kecantikan yang sama bukan berarti akan selesai urusan. Kalau pun Si Bunga dinobatkan sebagai Sang Putri tercantik sejagat, bukan lantas Si Bunga dikatakan cantik. Sang Putri itu dikatakan tercantik berdasar standarnya, iya… itu bisa diterima. Akan tetapi bukan untuk Si Bunga. Sang Putri tidak sama dengan Si Bunga, sebab Sang Putri merupakan hasil kolaborasi kerja industri kecantikan, media masa, dan para seniman. Bukan hanya pesona kecantikan Sang Putri sendirian.

“Mengapa image yang terbangun di foto ini begitu berbeda dengan Mala yang selama ini gue kenal ya…?” Stev menyadarkanku dari lamunan

“Ya… begitulah. As model that is Mala. In reality, I am Mala and I’m not that model. I’m Mala, your friend that you know already“, tangkasku kepada kedua rekan kerjaku ini. Aku tersenyum, tersenyum sayu dan bergumam,”As professional model I’m cantik, not as Mala

 

*Mala is professional model that realize that her image, as professional model, can be artificially created and it’ll be probably different from her real image

Leave a comment